Sejarah Paduan Suara, Sebuah Pendekatan Awal
Faliq Ayken

Sebenarnya aku bingung dengan tema di atas. Pertama kali aku mendapatkan tema itu dari panitia acara Training Paduan Suara (TRAPARA) Infinito PSM UIN Jakarta dan langsung muncul pertanyaan, apa yang akan aku bahas dengan tema itu? Bicara sejarah musik, apalagi dikaitkan dengan kepaduansuaraan sangat minim pembahasannya. Oleh karena itu, aku ingin mencoba membahas lebih dulu sejarah musik eropa khususnya sejarah musik gereja. Yang intinya akan mengalir kepada sejarah paduan suara itu sendiri.

Definisi Musik sebagai Seni

Secara etimologi, seni adalah halus, indah dan baik (lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia). Kata “indah” sebenarnya adalah jelmaan yang terdapat pada diri manusia, karena secara fitrahnya manusia menyukai keindahan sebagaimana dalam penciptaannya yaitu sebaik-baik atau seindah-indah bentuk.

Definisi secara terminologi, seni adalah kecenderungan manusia yang mempunyai sifat suka keindahan, rasa sedih, dan haru. Kecenderungan tersebut berasal dari Tuhan sebagai anugerah seseorang.

Istilah musik berasal dari bahasa Yunani mousike yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin musica. Kata benda mousike dan kata sifat mousikos dibentuk dari akar kata mousa, yaitu nama dari salah satu dewi kesenian dan ilmu pengetahuan dalam mitos Yunani. (lihat E. Marta Sudjita, PR, Pengantar Liturgi-Makna, Sejarah, dan Teologi Liturgi).

Ada beberapa definisi tentang musik, untuk dijadikan bahan perbandingan, di antaranya:

  • Musik adalah ilmu atau seni menyusun nada atau suara dalam urutan kombinasi dan hubungan temporal untuk menghasilkan komposisi suara yang mempunyai kesatuan dan keseimbangan.
  • Musik adalah nada atau suara yang disusun sedemikian rupa sehingga menyandang irama lagu dan harmoni.
  • Musik adalah ekspresi dari sesuatu yang agung. (Wolfgang von Goethe).
  • Musik adalah bahasa dunia. Ia tidak perlu diterjemahkan, dalam musik berbicara kepada jiwa. (Dr. Alfred Aurbach, Universitas California).
  • Musik adalah janji atau jaminan akan hidup yang kekal abadi. (Roman Rolland).
  • Musik adalah suatu perwujudan yang lebih tinggi daripada segala budi dan filsafat. (Beethoven).

Setelah melihat beberapa definisi musik yang dikemukakan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa musik adalah ungkapan perasaaan yang diwujudkan dengan suara beraturan baik vokal manusia maupun lewat alat-alat musik. Berarti musik itu bukan hanya instrumen tetapi juga vokal. Untuk perbandingan, lihat Khuzaemah, Musik sebagai Media Dakwah.

Bentuk kesenian dapat dikatakan musik apabila terdapat beberapa faktor, yaitu: Ritme, artinya dengan beraturan, misalnya detak jantung dan detik jarum jam. Kedua, Melodi atau lagu. Ketiga, Harmoni, artinya keselarasan sesuai dengan lagunya. (Iwan Buana, Rekontekstualisasi Gagasan Musik sebagai Metode dan Media Alternatif Dunia Pendidikan).

Jadi, yang dinamakan seni musik adalah ekspresi perasaan dan jiwa manusia sebagai fitrahnya terhadap keindahan yang diungkapkan lewat nada dan irama, baik vokal maupun instrumental yang tersusun dalam Ritme, Melodi, dan Harmoni.

Sejarah Perkembangan Seni Musik

Dalam mitologi Yunani Kuno, musik dianggap sebagai ciptaan dewa-dewi atau setengah dewa seperti Apollo, Amphion, dan Orpheus. Jadi ada anggapan bahwa musik memiliki kekuatan ajaib yang dapat menyempurnakan tubuh dan jiwa manusia serta membuat mukjizat dalam dunia alamiah. (Rhoderick Junior Mcneill, Sejarah Musik 1).

Istilah musik itu sendiri berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata Muse, yang berarti dewa. Muse dalam mitologi Yunani merupakan sembilan dewi yang menjadi pelindung kesenian dan ilmu pengetahuan. Kesembilan dewi itu adalah putri-putri dewa Zeus dan Mnemosyne. Mereka adalah Euterpe (dewi musik), Thalia (dewi sandiwara gembira), Melpomene (dewi nyanyian sedih dan sandiwara duka), Terpsichore (dewi tarian dan nyanyian bersama), Clio (dewi sejarah), Erato (dewi syair rindu dendam dan mimik), Polyhymia (dewi puisi), Calliope (dewi syair pahlawan), dan Urania (dewi ilmu bintang). Kemudian kata Muse itu menjadi satu pengertian dengan Polyhymnis, yaitu komposer berjenis-jenis lagu. Dan jika lebih spesifik lagi, kata Muse berarti seni atau teknik permainan dari seorang musikus atau penyair. (Hali Mohamad S, Unsur Musik Dalam Tiga Buah Sajak Khalil Matran).

Mesir, India, dan Tiongkok, ketiga bangsa ini adalah yang paling tua dalam hal mengenal kebudayaan. Pengetahuan yang dimiliki menunjukkan bahwa ketiga bangsa yang telah disebutkan di atas, sejak 3000 tahun sebelum masehi, telah mengenal kebudayaan dan telah memainkan musik pada zaman itu. (Karl Edmund Prier SJ, Musik Gereja dari Abad ke Abad).

Mulai sekitar tahun 1000 sebelum masehi sampai abad ke-4 masehi, Yunani terdiri dari suatu kumpulan negeri kecil (seperti Macedonia dan Sparta) dan kota independen seperti Athena. Ratusan tahun sebelum masehi, bangsa Yunani telah mengetahui dunia filsafat dan kesenian. Akan tetapi kedudukan musik di sini masih sebagai bagian upacara penghormatan dewa-dewa, dalam hal ini penghormatan kepada dewa-dewa Yunani. (Amir Pasaribu, Riwayat Musik dan Musisi).

Pada abad pertengahan, jenis lagu atau jenis musik yang paling digandrungi dan dikuasai adalah lagu jenis Gregorian. Tidak hanya dalam bentuk aslinya, tetapi juga dalam perkembangannya. Selain itu, di antara para ksatria dan bangsawan berkembang lagu profan berisi cinta, berupa lagu untuk suara tunggal dengan iringan gitar dan alat gesek. Pada akhirnya lagu ini berkembang menjadi Conductus (lagu rohani).

Musik Gregorian (tangga nada dan modalitas irama), biasanya dipakai pada lagu-lagu gereja. Pada abad ke-4, Ambrosius sebagai Uskup Milano, pada waktu itu menambah himne-himne di dalam perbendaharaan lagu gereja. Proses pertumbuhan ini mencapai puncaknya pada awal abad ke-7, di mana Paus Gregorius (594-604) merefleksikan dan mengatur lagu ibadah yang boleh dipakai serta melarang yang dianggapnya kurang cocok. Menurut Paus Gregorius, lagu-lagu gereja ini yang disebut “lagu gregorian”. (Karl Edmund Prier SJ, Musik Gereja dari Abad ke Abad).

Manusia menjadi sadar akan martabatnya sebagai pribadi itu bukan karena lagu Gregorian, hal ini ada korelasinya dengan aliran humanisme yang mengetengahkan kembali ajaran dan kesenian Yunani. Dampaknya ialah bahwa manusia sedikit demi sedikit melepaskan diri dari ikatan gerakan gereja dan sosial yang menentukan hidup dalam abad-abad pertengahan. Manusia menemukan kekayaan dalam dunia dan dalam diri sendiri. Dari situ muncullah suatu kelahiran kembali atau yang biasa disebut renaissance. Musik renaissance sesuai dengan semangat humanisme, berkembang dalam pusat-pusat sekolah. Gerakan humanisme adalah gerakan Alkitab. Akibat gerakan humanisme yang meningkatkan pada Alkitab, banyak para teolog mengkritik sikap duniawi yang mereka amati dalam gereja dan banyak tradisi yang tidak berdasarkan Alkitab. Adalah Martin Luther (1483-1546), seorang biarawan yang dianggap sebagai tokoh reformasi Protestan terpenting. (Rhoderick J. Mcneill, Sejarah Musik Jilid 1).

Dalam masa renaissance, manusia mulai berpartisipasi dalam musik. Di samping musik rohani, berkembang pula musik duniawi serta musik tari, nyanyian paduan suara (koor), bahkan lahir pula suatu bentuk musik yang baru berkembang dalam masa barok yaitu opera.

Perkembangan musik pada zaman barok, sudah dirintis oleh pengarang musik vokal di akhir abad ke-16. Tujuan zaman barok ini adalah meningkatkan serta memajukan musik instrumental, pada akhirnya terbentuk jenis musik baru, seperti: Toccata (jenis komposisi musik instrumental untuk alat musik keyboard, tidak memiliki bentuk atau sifat tersendiri). Yang menarik adalah adanya kesempatan menampilkan kemahirannya, improvisasi tentang sebuah nyanyian. Suita (komposisi musik yang terdiri atas beberapa bagian, umumnya memakai nada dasar tetap). Sonata (jenis karya musik instrumental yang semula muncul untuk membedakan dengan Contata yang sifatnya vokal), secara umum dalam sejarahnya memang terjadi pergeseran arti. Konser (pergelaran untuk umum atau kalangan tertentu dengan cara khusus mendengarkan musik yang disajikan secara langsung). Birama dan hitungan menjadi penting sebagai dasar untuk musik bersama.

Sedangkan pada musik gerejanya (baca: zaman barok), lebih menekankan emosi, berbelit-belit dan hidup dinamis. Pada zaman ini muncul aneka konser dan opera yang menampilkan kemewahan dan keagungan surgawi melalui bangunan gereja dan musiknya. (E. Marta Sudjita, Pengantar Liturgi Makna, Sejarah dan Teologi Liturgi). Baru pada abad ke-18 dan 19 awal, musik lebih menonjolkan kesederhanaan dan aspek alamiah. Musik yang dikembangkan ialah musik instrumental (Toccata, Suita, Sonata, Konser) dan musik iringan untuk vokal dalam Misa. Pada zaman klasik ini lahirlah komponis Katolik terkenal, seperti: Mozart, J. Haydn, dan Ludwig van Beethoven. Pada abad ke-18 ini juga berkembang aliran dalam filsafat yaitu aufklarung (zaman pencerahan). Di mana lewat daya pikir dan daya nalarnya, manusia dapat mencapai titik kulminasi. Seperti yang disemboyankan oleh Immanuel Kant: Sapere Aude (berpikirlah dengan nalarmu, beranilah berpikir sendiri, bebaskan nalarmu).

Sejarah Paduan Suara

Paduan suara atau kor (dari bahasa Belanda, koor) merupakan istilah yang merujuk kepada ensembel musik yang terdiri atas penyanyi-penyanyi maupun musik yang dibawakan oleh ensembel tersebut. Umumnya suatu kelompok paduan suara yang membawakan musik paduan suara terdiri atas beberapa bagian suara.

Musik paduan suara adalah musik yang dinyanyikan oleh paduan suara atau koor (Belanda), yang berasal dari bahasa Yunani Choros (di bahasa Inggris disebut sebagai Choir), yang berarti gabungan sejumlah penyanyi di mana mereka mengombinasikan berbagai suara ke dalam suatu harmoni.

Hampir semua paduan suara kini menyajikan lagu-lagu mereka di dalam suatu harmoni yang terdiri atas empat bagian, yaitu Sopran (suara tinggi wanita), Alto (suara rendah wanita), Tenor (suara tinggi pria), dan Bass (suara rendah pria).

Namun demikian, karya-karya musik paduan suara dapat pula ditulis atau diaransir di dalam lebih dari empat bagian suara tadi. Musik paduan suara dapat diubah dengan iringan instrumen maupun tanpa iringan instrumen, biasanya disebut acapella. Tetapi sebagian besar karya-karya musisi terkemuka ditulis untuk paduan suara dengan iringan instrumen.

Sebenarnya paduan suara sudah mempunyai sejarah yang cukup panjang, karena paduan suara sudah dikenal dan membawakan lagu-lagu pujian di Kenisah-kenisah Sumeria pada kira-kira tahun 1000 sebelum masehi. Di Yunani Kuno, paduan suara bahkan diajarkan di sekolah-sekolah, di mana pada masa itu juga sering berlangsung berbagai macam lomba paduan suara, seperti yang ada di Indonesia.

Pada tahun 800-an, suatu musik baru yang disebut musik polyphonic berkembang di Eropa. Dalam musik polyphonic ini beberapa melodi dinyanyikan atau dimainkan dalam waktu bersamaan.

Sekitar pada akhir tahun 1100-an, komponis Perancis yang bernama Perotin menggabungkan semua unsur musik. Seperti melodi, irama, harmoni, dan polyphonic. Karya-karya tersebut ditampilkan oleh paduan suara, penyanyi solo dengan iringan berbagai instrumen musik. Sebuah karya musik paduan suara yang terkenal pada tahun 1300-an adalah Misa Notre Dame, yang digubah oleh komponis dan penyair Perancis Guillaume de Machaut pada tahun 1364.

Baru pada tahun 1600-an, beberapa instrumen musik dalam paduan suara sudah terbiasa dilakukan. Dengan waktu yang hampir bersamaan, ditemukan pula bentuk-bentuk baru karya musik paduan suara, seperti Cantata Gerejawi dan Oratorio (karya-karya musik berlatar-belakang Injil. Karya-karya ini digubah baik untuk paduan suara, penyanyi solo, maupun untuk instrumen pengiringnya).

Dua komponis dunia terkemuka yang menggubah musik paduan suara adalah Johann Sebastian Bach dan George Friedrich Handel, keduanya berasal dari Jerman. Karya Bach, St. Matthew Passion (1729) dan Oratorio karya Handel berjudul Messiah (1742) merupakan karya-karya yang banyak digelar di berbagai negara. Di dalam hampir semua musik paduan suara karya Bach dan Handel, orkestra maupun iringan instrumen solo memainkan bagian yang sangat penting di setiap pagelaran.

Banyak pula karya-karya musik paduan suara yang terkenal hingga saat ini yang digubah oleh Charles Ives dari Amerika Serikat, Bela Bartok dan Zoltan Kodaly dari Hungaria, Arthur Honegger dari Perancis, Paul Hindemith dan Carl Orff dari Jerman, serta Sir William Walton dan Benjamin Britten dari Inggris. (Dapat dilihat di wikipedia.com).

Struktur Paduan Suara

Paduan suara biasanya dipimpin oleh dirigen atau choirmaster atau pada zaman sekarang disebut conductor. Umumnya paduan suara terdiri atas empat bagian suara (sopran, alto, tenor, dan bass), walaupun tidak dapat dikatakan bahwa tidak ada batasan jumlah suara yang terdapat dalam paduan suara. Selain empat suara, jumlah jenis suara yang paling lazim dalam paduan suara adalah tiga, lima, enam, dan delapan. Bila menyanyi dengan satu suara, itu dinamakan atau diistilahkan secara unisono.

Untuk latihan paduan suara, alat pengiring yang digunakan biasanya adalah piano, keyboard, pianika, gitar, dan biola. Sedangkan tanpa iringan biasanya ditampilkan secara acapella. Misalnya: lagu “Damba Cinta-Mu” yang dipopulerkan oleh Raihan dan diaransir oleh Tendang; angkatan Marziale PSM UIN Jakarta.

Tata Letak Panggung

Terdapat banyak pandangan mengenai bagaimana masing-masing kelompok bagian suara dalam paduan suara dapat ditempatkan di panggung pada suatu penampilan. Pada paduan suara simfonik (yang biasa PSM UIN Jakarta pakai dalam sebuah pementasan paduan suara), biasanya bagian-bagian suara diatur ke suara tertinggi ke suara terendah (misalnya: sopran, alto, tenor, dan bass) dari kiri ke kanan yang disesuaikan dengan penempatan alat musik. Pada penampilan acapella atau dengan iringan piano, umumnya pria ditempatkan di belakang dan wanita di depan.

Paduan suara yang lebih berpengalaman sering menyanyi dengan semua bagian suara bercampur dan tidak berkelompok-kelompok.

Beberapa Jenis Paduan Suara

Kelompok paduan suara dapat dikategorikan sebagai berikut:

  • Paduan suara campuran (yaitu dengan suara pria dan suara wanita). Jenis ini yang paling lazim, biasanya terdiri atas suara sopran, alto, tenor, dan bass, sering disingkat sebagai SATB. Sering pula salah satu atau beberapa jenis suara tersebut dibagi lagi menjadi dua atau lebih, misalnya SSAATTBB (setiap jenis suara dibagi dua) dan SATBSATB (paduan suara tersebut dibagi menjadi dua yang masing-masing terdiri atas empat jenis suara). Kadangkala jenis suara baritone juga dipisahkan, misalnya SATBarB, seringkali dinyanyikan oleh penyanyi bersuara bass tinggi.
  • Paduan suara wanita, biasanya terdiri atas jenis suara sopran dan alto yang masing-masing dibagi dua, sering disingkat SSAA. Bentuk lain adalah tiga suara, yaitu sopran, mezzo-sopran, dan alto, kadang disingkat SMA.
  • Paduan suara pria, biasanya terdiri atas dua bagian tenor, baritone, dan bass, sering disingkat TTBB atau ATBB. Jika kelompok suara tertinggi dengan teknik falsetto pada jangkauan nada alto. Jenis lain paduan suara pria adalah suara yang tertinggi atas suara SATB, seperti paduan suara campuran. Namun bagian sopran dinyanyikan oleh anak laki-laki (sering disebut treble) dan bagian alto dinyanyikan oleh pria dengan teknik falsetto (sering disebut contratenor).
  • Paduan suara anak, biasanya terdiri atas dua suara SA, tiga suara SSA, atau kadang lebih dari itu.

Pengkategorian lain untuk paduan suara adalah berdasarkan jumlah penyanyi di dalamnya:

  • Ensembel vokal atau kelompok vokal (3-12 penyanyi).
  • Paduan suara kecil atau paduan suara kamar (12-28 penyanyi).
  • Paduan suara besar (lebih dari 28 penyanyi).

Kesimpulan serta kritik dan saran, penulis serahkan kepada sidang pembaca. Sekian dan terima kasih. Wallahu A’lam.

(Materi ini pernah disampaikan pada Training Paduan Suara (TRAPARA) In Campus PSM UIN Jakarta, angkatan INFINITO, 1 Maret 2008 di Aula Madya lt. 2 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta).